BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang kompleks,
kekompleksitasan manusia itu tiada taranya di muka bumi ini. Manusia lebih
rumit dari makhluk apapun yang bisa dijumpai dan jauh lebih rumit dari mesin
apapun yang bisa dibuat. Manusia juga sulit dipahami karena keunikannya. Dengan
keunikannya, manusia adalah makhluk tersendiri dan berbeda dengan makhluk
apapun. Juga dengan sesamanya. Tetapi, bagaimanapun sulitnya atau apapun
hambatannya, manusia ternyata tidak pernah berhenti berusaha menemukan jawaban
yang dicarinya itu. Dan barang kali sudah menjadi ciri atau sifat manusia juga
untuk selalu mencari tahu dan tidak pernah puas dengan pengetahuan-pengetahuan
yang diperolehnya, termasuk pengetahuan tentang dirinya sendiri dan sesamanya.
Teori belajar merupakan upaya untuk mendiskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses intern yang kompleks dari belajar. Teori belajar dapat didefinisikan sebagai integritas prinsip-prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan adanya teori belajar akan memberikan kemudahan bagi guru dalam menjalankan model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Teori belajar merupakan upaya untuk mendiskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses intern yang kompleks dari belajar. Teori belajar dapat didefinisikan sebagai integritas prinsip-prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan adanya teori belajar akan memberikan kemudahan bagi guru dalam menjalankan model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Telah banyak ditemukan teori belajar yang
pada dasarnya menitikberatkan ketercapaian perubahan tingkah laku setelah
proses pembelajaran. Teori belajar merupakan suatu ilmu pengetahuan tentang
pengkondisian situasi belajar dalam usaha pencapaian perubahan tingkah laku
yang diharapkan.
Dalam konteks ini ,jhon watson mendukung studi
perilaku. Alasannya adalah semua organisme menyesuaikan diri dengan lingkungan
melalui respons, dan respons-respons tertentu biasanya disebabkan oleh
peristiwa (stimuli) tertentu. Setelah mendalami studi perilaku, watson
menemukan riset refleks motorik dari psikolog rusia, V.M. Bekheterev. Karya
Bekheterev adalah penting karena dia berhasil memanipulasi reaksi behavioral di
dalam laboratorium.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian tentang pengondisian klasik?
2.
Teori yang apa saja yang terkandung ?
3.
Apa yang di maksud komponan pengondisian klasik?
4.
Terapi apa yang ada di
pengondisian klasik?
C. Tujuan
1.
Mengetahui tentang pengondisian klasik
2.
Mengetahui teori yang yang terkandung
3.
Mengetahui maksud komponan pengondisian klasik
4.
Mengetahui terapi yang ada di
pengondisian klasik
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pengondisian Klasik
Pengondisian klasik adalah suatu proses belajar yakni stimulus netral dapat memunculkan respon baru setelah dipasangkan dengan stimulus yang biasanya mengikuti respon
tersebut. Pengondisian klasik ini pada mulanya ditemukan oleh Ivan Pavlov, fisiolog dari Rusia ketika sedang melakukan penelitian eksperimen mengenai proses produksi air
liur pada anjing. Ia melihat bahwa anjing tersebut tidak hanya merespon
berdasarkan kebutuhan biologis (rasa lapar), tetapi juga sebagai hasil dari
proses belajar yang kemudian disebut sebagai pengondisian klasik. Dalam ilmu
psikologi, pengondisian klasik digunakan sebagai terapi untuk mengubah perilaku
individu.
Pada awal karirnya, Ivan Pavlov
bukanlah peneliti di bidang psikologi. Ia adalah fisiolog yang mempelajari sistem pencernaan pada anjing. Pada eksperimennya, Pavlov memasang sebuah selang pada kelenjar liur seekor anjing untuk mengukur jumlah produksi air liur anjing tersebut. Ia membunyikan sebuah bel dan setelah beberapa detik kemudian memberikan makanan kepada anjing
tersebut. Pemasangan stimulus antara membunyikan sebuah bel dan memberikan
makanan kepada anjing tersebut dilakukan berulang kali dan direncanakan dengan
sangat hati-hati. Pada awalnya, anjing tersebut akan mengeluarkan air liur
ketika makanan telah dimunculkan. Tidak lama kemudian, anjing tersebut
mengeluarkan air liur ketika mendengar suara bel. Bahkan pada eksperimennya,
ketika Pavlov menghentikan pemberian makanan, anjing tersebut masih
mengeluarkan air liur setelah mendengar suara bel. Anjing tersebut telah
mengalami pengondisian klasik dalam mengeluarkan air liur setelah mendengar
suara bel. Berkat eksperimennya, pada tahun 1904 Ivan Pavlov memenangkan hadiah Nobel di bidang psikologi dan kedokteran atas karyanya mengenai pencernaan.
B.
Teori Pengondisian Klasik
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849
di Ryazan Rusia. Ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov seorang pendeta. Ia
dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus
sebagai sarjana kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi
direktur departemen fisiologi di Institute of Experimental Medicine dan memulai penelitian
mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada
bidang Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya mengenai pengondisian
sangat mempengaruhi psikologi behavioristik di Amerika.
Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands(1902) dan Conditioned
Reflexs (1927).
Classic conditioning (pengondisian
klasik) adalah proses yang
ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli
dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga
memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov
dan ahli sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala
kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Teori ini disebut classical karena yang
mengawali nama teori ini untuk menghargai karya Ivan Pavlov yang paling pertama
di bidang conditioning (upaya pembiasaan) serta untuk membedakan dari
teori conditioning lainnya.
Untuk memahami teori pengondisian
klasik secara menyeluruh perlu
dipahami ada dua jenis stimulus dan dua jenis respon. Dua jenis stimulus
tersebut adalah stimulus yang tidak terkondisi (unconditioned stimulus - UCS ),
yaitu stimulus yang secara otomatis menghasilkan respon tanpa didahului dengan
pembelajaran apapun contohnya makanan dan stimulus
terkondisi (conditioned stimulus- CS), yaitu stimulus yang sebelumnya bersifat
netral, akhirnya mendatangkan sebuah respon yang terkondisi setelah
diasosiasikan dengan stimulus tidak terkondisi (contohnya suara bel sebelum makanan datang).
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan
menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah
sesuai dengan apa yang diinginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan
menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan
dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki
manusia berbeda dengan binatang.
Ia mengadakan percobaan
dengan cara mengadakan operasi pipi pada seekor anjing. Sehingga kelihatan
kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka
akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kini sebelum makanan diperlihatkan,
maka yang didengarkan
bunyi bel terlebih dahulu, baru
makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang
demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperdengarkan bel saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan
wajar, sedang bel adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan
berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat (kondisi) untuk
timbulnya air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut Refleks Bersyarat atau Conditioned Respons.
Berdasarkan
eksperimen dengan menggunakan anjing, Pavlov menyimpulkan bahwa untuk membentuk
tingkah laku tertentu harus dilakukan secara berulang-ulang dengan melakukan
pengkondisian tertentu. Pengkondisian itu adalah dengan melakukan semacam
pancingan dengan sesuatu yang dapat menumbuhkan tingkah laku itu. Hal ini
dikarenakan classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks
baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut.
Berdasarkan hasil eksperimen tersebut, Pavlov
juga menyimpulkan bahwa hasil eksperimennya itu juga dapat diterapkan kepada
manusia untuk belajar. Implikasi hasil eksperimen tersebut pada kegiatan
belajar manusia adalah bahwa belajar pada dasarnya membentuk asosiasi antara
stimulus dan respons secara reflektif, proses belajar akan berlangsung apabila
diberi stimulus bersyarat.
Melalui eksperimen tersebut
Pavlov menunjukkan bahwa belajar dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Faktor
lain yang juga penting dalam teori belajar pengkondisian klasik Pavlov adalah
generalisasi,deskriminasi,dan pelemahan.
Ø Generalisasi
Dalam mempelajari respon terhadap
stimulus serupa, anjing akan mengeluarkan air liur begitu mendengar
suara-suara yang mirip dengan bel, contoh suara peluit (karena anjing
mengeluarkan air liur ketika bel dipasangkan dengan makanan). Jadi, generalisasi
melibatkan kecenderungan dari stimulus baru yang serupa dengan stimulus
terkondisi asli untuk menghasilkan respon serupa. Contoh, seorang peserta didik
merasa gugup ketika dikritik atas hasil ujian yang jelek pada mata pelajaran
matematika. Ketika mempersiapkan ujian Fisika, peserta didik tersebut akan
merasakan gugup karena kedua pelajaran sama-sama berupa hitungan. Jadi
kegugupan peserta didik tersebut hasil generalisasi dari melakukan ujian mata
pelajaran satu kepada mata pelajaran lain yang mirip.
Ø Deskriminasi
Organisme merespon stimulus tertentu,
tetapi tidak terhadap yang lainnya. Pavlov memberikan makanan kepada anjing
hanya setelah bunyi bel, bukan setelah bunyi yang lain untuk menghasilkan
deskriminasi. Contoh, dalam mengalami ujian dikelas yang berbeda, peserta didik tidak
merasa sama gelisahnya ketika menghadapi ujian matematika dan bahasa Indonesia karena keduanya
merupakan subjek yang berbeda.
Ø Pelemahan (extincition)
Proses
melemahnya stimulus yang terkondisi dengan cara menghilangkan stimulus tak
terkondisi. Pavlov membunyikan bel berulang-ulang, tetapi tidak disertai
makanan. Akhirnya, dengan hanya mendengar bunyi bel, anjing tidak mngeluarkan
air liur. Contoh, kritikan guru yang terus menerus pada hasil ujian yang jelek,
membuat peserta didik tidak termotivasi belajar. Padahal, sebelumnya peserta
didik pernah mendapat nilai ujian yang bagus dan sangat termotivasi belajar.
C. Komponen Pengondisian
Klasik
Menurut Pavlov, refleks mengeluarkan air liur pada anjing tersebut terdiri dari sebuah stimulus
tidak terkondisi (unconditioned stimulus) berupa makanan, dan sebuah respon
yang tidak terkondisi (unconditioned response) yakni produksi air liur.
Stimulus tidak terkondisi adalah sebuah kejadian atau suatu hal yang
menghasilkan sebuah respon secara otomatis atau menghasilkan refleks yang alami. Sedangkan respon tidak terkondisi adalah respon yang dihasilkan secara
otomatis. Menurut Pavlov, proses pengondisian klasik terjadi ketika sebuah
stimulus netral (stimulus yang tidak atau belum menghasilkan sebuah respon tertentu)
dipasangkan secara teratur dengan sebuah stimulus tidak terkondisi selama
beberapa kali. Stimulus netral ini kemudian akan berubah menjadi stimulus yang
terkondisi (conditioned stimulus) yang menghasilkan sebuah proses pembelajaran
atau respon terkondisi (conditioned response), serupa dengan respon alamiah.
Contoh pada eksperimen Pavlov adalah bel yang dibunyikan. Sebelumnya bel yang
dibunyikan tidak menghasilkan air liur pada anjing. Bel ini kemudian menjadi
sebuah stimulus terkondisi yang menghasilkan respons produksi air liur.
Pavlov mencatat bahwa
respon terkondisi juga akan muncul sebagai respon terhadap stimulus yang mirip
dengan stimulus terkondisi. Hal ini mengindikasikan terjadinya generalisasi stimulus (stimulus generalization) pada semua stimulus yang mirip.
Generalisasi stimulus adalah kemampuan individu untuk bereaksi terhadap stimulus baru yang mirip dengan stimulus yang
telah dikenalinya. Contohnya adalah seorang anak kecil bernama Albert yang
sudah terkondisi untuk merasa takut terhadap tikus berwarna putih, kemungkinan
juga ia akan mengembangkan ketakutan terhadap benda lain yang berbulu dan
berwarna putih. Akan tetapi respons terkondisi tidak akan muncul untuk semua
stimulus yang mirip, menunjukkan bahwa individu juga dapat belajar untuk
membedakan stimulus yang berbeda. Hal ini disebut sebagai diskriminasi stimulus (stimulus discrimination). Diskriminasi stimulus adalah
kecenderungan untuk merespon dengan cara yang berbeda pada dua atau lebih
stimulus yang serupa. Sebagai contoh anjing bernama Marquez telah dikondisikan untuk mengeluarkan air liur pada nada C suara piano dan
dipasangkan dengan makanan. Ketika memainkan nada C pada suara gitar tanpa
diikuti oleh makanan maka hasilnya adalah Marquez akan belajar untuk
menghasilkan air liur pada nada C di piano dan tidak pada nada yang sama ketika
memainkan pada suara gitar. Dalam hal ini Marquez dapat membedakan atau
melakukan diskriminasi terhadap kedua suara tersebut.
- Extintion
Extinction (pemadaman)
adalah proses melemahnya respon terkondisi yang telah dipelajari dan pada
akhirnya menghilang.[2] Kondisi ini terjadi ketika stimulus terkondisi tidak lagi dipasangkan
dengan stimulus tidak terkondisi. Misalnya korban pemerkosaan yang mempunyai kepribadian penakut ketika pergi ke suatu pesta dapat mengalami perubahan kepribadian
yang signifikan jika ia mau mencoba untuk berulang kali menghadapi ketakutannya
dengan ditemani oleh teman yang mendukungnya.
b.
Conterconditioning
Counterconditioning merupakan prosedur dalam pengondisian klasik untuk melemahkan sebuah respon terkondisi dengan
mengasosiasikan stimulus penyebab ketakutan dengan respon baru yang tidak
sesuai dengan ketakutan. Seorang peneliti bernama Mary Cover Jones mampu menghilangkan ketakutan seorang anak berusia 3 tahun bernama Peter.
Peter memiliki banyak ketakutan terhadap tikus putih, mantel berbulu, katak,
ikan dan mainan mekanik. Untuk menghilangkan ketakutannya, Jones membawa seekor kelinci ke hadapan
Peter, namun tetap menjaga jarak agar tidak terlalu dekat dan membuat Peter
kesal. Di saat yang sama ketika kelinci dibawa ke hadapan Peter, Peter
diberikan biskuit dan susu. Selama beberapa hari berturut-turut, kelinci dibawa semakin dekat kepada
Peter selama Peter makan biskuit dan minum susu. Akhirnya, Peter sampai pada
suatu titik ia memakan makanannya dengan satu tangan, dan memberi makan kelinci
dengan tangannya yang lain. Perasaan senang yang dihasilkan oleh biskuit dan
susu tidak sesuai dengan rasa yang takut dihasilkan oleh kelinci, sehingga
kahirnya rasa takut Peter hilang melalui counterconditioning.
D. Terapi Perilaku
Pengondisian Klasik
Terapi perilaku menggunakan prinsip-prinsip
belajar untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku maladaptif. Beberapa perilaku terutama rasa takut dapat dipelajari melalui
pengondisian klasik. Bila rasa takut dapat dipelajari, maka tentu saja dapat
dibalikkan dengan prinsip yang sama juga. Beberapa terapi perilaku yang menggunakan
pengondisian klasik adalah desensitisasi
sistematis dan pengondisian
aversif.
a.
Deaensitisasi
Desensitisasi sistematis
(systematic desensitization) adalah sebuah metode perilaku terapi yang
didasarkan pada pengondisian klasik dengan membuat individu mengasosiasikan relaksasi mendalam secara bertahap dengan stiuasi yang menimbulkan kecemasan. Pada desensitisasi sistematis, terapis bertanya tentang aspek yang paling
menakutkan dan paling tidak menakutkan. Lalu terapis mengatur individu dalam
situasi-situasi berdasarkan daftar urutan mulai dari yang paling menakutkan
hingga tidak menakutkan.
Tahap berikutnya adalah
mengajarkan individu untuk rileks. Individu dapat belajar mengenali adanya kontraksi otot atau tegangan pada berbagai bagian tubuh dan kemudian bagaimana untuk menegangkan dan
melemaskan otot-otot yang berbeda. Ketika individu sudah merasa rileks, terapis
meminta individu untuk membayangkan stimulus yang paling kurang ditakut dalam
daftar urutan. Kemudian terapis bergerak ke atas sesuai dengan daftar yang
telah dibuat, dari yang paling kurang ditakuti hingga paling ditakuti.
Sementara posisi klien tetap bertahan dalam kondisi rileks. Maka kemudian,
individu dapat membayangkan situasi yang paling menakutkan tanpa harus merasa
takut. Dengan cara ini individu belajar untuk rileks sementara, bukan
mencemaskannya. Desensitisasi sitematis sering digunakan sebaga cara mengatasi fobia secara efektif seperti ketakutan memberi pidato, ketakutan akan
ketinggian, ketakutan akan terbang, ketakutan akan anjing dan ketakutan akan
ular. Bila individu takut dengan ular, seorang terapis awalnya akan meminta
individu menyaksikan orang lain memegang ular dan kemudian meminta individu
melakukan perilaku yang semakin ditakuti. Pertama-tama, individu akan berada
pada satu ruang yang sama dengan ular, lalu kemudian mendekati ular tersebut,
kemudian menyentuh ular tersebut dan pada akhirnya dapat bermain dengan ular.
b.
pengondisian aversif
Pengondisian aversif
adalah terjadinya pemasangan berulang dari sebuah perilaku yang tidak
diharapkan dengan sebuah stimulus aversif untuk menurunkan penguatan yang didapatkan dari perilaku. Pengondisian aversif digunakan untuk
mengajarkan individu menghindari perilaku tertentu, seperti merokok, makan
berlebihan, dan minum alkohol. Cara yang digunakan dalam pengondisian aversif untuk mengurangi konsumsi
alkohol individu adalah ketika individu minum minuman beralkohol, ia juga harus
mengonsumsi minuman campuran yang membuat pusing dan mual. Dalam istilah
pengondisian klasik, minuman alkohol adalah stimulus yang dikondisikan, dan zat yang membuat mual adalah stimulus yang tidak dikondisikan. Melalui
pemasangan berulang antara alkohol dengan zat yang membuat mual, alkohol akan
menjadi stimulus terkondisi yang menghasilkan mual. Mual pada pengondisian
aversif ini akan menjadi respon yang dikondisikan. Sebagai konsekuensi, alkohol
tidak lagi diasosiasikan dengan sesuatu yang menyenangkan, tetapi sesuatu yang
sangat tidak menyenangkan.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulam
Kepribadian adalah
keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu
lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa
diukur yang di tunjukan oleh seseorang.
Para ahli tampaknya masih sangat beragam dalam memberikan rumusan tentang kepribadian. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider (1964) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
Para ahli tampaknya masih sangat beragam dalam memberikan rumusan tentang kepribadian. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider (1964) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
B.SARAN
Demi kesumpurnaan makalah ini, penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat menbangun kearah kebaikan demi kelancaran dan kesumpurnaan penulisan ini.
Demi kesumpurnaan makalah ini, penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat menbangun kearah kebaikan demi kelancaran dan kesumpurnaan penulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Coon, Dennis; John O. Miterer (2010). Introduction To Psychology:Gateways
To Mind And Behavior. Wadsworth.
M. Pomerantz, Andrew (2012). Clinical Psychology : Science,
Practice, And Culture 2nd ed. Sage
Publications.
L. Atkinson, Rita; Richard C. Atkinson, Edward E.Smith, Daryl J.Bem, Susan
Nolen-Hoeksma (2010). Pengantar Psikologi. Interaksara. p. 422.
S. Friedman, Howard; Miriam W. Schustack (2008). Kepribadian Teori
Klasik dan Riset Modern. Penerbit
Erlangga. p. 221.
A. King, Laura (2010). Psikologi Umum : Sebuah Pandangan Apresiatif,
Buku 1. Salemba Humanika. p. 354.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar