BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kita sering kali salah mengartikan tentang
suatu kata yang mengandung makna ambigu. Emosi sering diartikan sebagian orang
dalam bentuk kemarahan. Padahal yang sebernanya terjadi bukan seperti
itu, tapi pemakaian kata emosi dalam kehidupan sehari-hari sudah
menjadi seperti itu. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin canggih, masyarakat sekarang ini sudah semakin mengerti dengan
penggunaan kata emosi.
Kata emosi, lain orang lain pandangan dalam
cara mengartikan begitu pula para ahli banyak perbedaan dalam hal pengartian,
pengelompokan emosi dan sebagainya meskipun tidak memcolok. Tapi disini, kami
mengambil sumber yang cukup banyak sehingga para pembaca bisa mengambil
kesimpulan secara pribadi dari sumber-sumber yang kami kumpulkan. Lain halnya
dengan kata motivasi, bila berbicara kata itu, semua orang pasti sudah
mmengetahui hal yang berhubungan dengan itu. Kami juga akan berupaya untuk
mengaitkan hal itu, sehingga para pembaca bisa menarik benang merah dari kedua
kata tadi.
Setiap orang pasti memiliki emosi sama halnya
anak kecil tapi dengan taraf kestabilan yang berbeda dengan orang dewasa pada
umumnya. Emosi ini mempunyai bentuk yang berubah-ubah, kadang bersifat negatif
dan juga bersifat positif. Kata seorang Jalaluddin Rakhmat (1994),
‘emosi memberikan bumbu kepada kehidupan; tanpa emosi, hidup ini kering dan
gersang’. Sebenarnya emosi itu bisa dikendalikan oleh kesadaran kita. Karena
emosi itu milik kita, bukan kita yang dimiliki oleh emosi. Seseorang yang
terbawa emosi sampai larut itu biasanya terjadi pada keadaan yang tidak sadar
sepenuhnya. Dan motivasi adalah salah satu pengendali emosi.
1.2 Rumusan masalah
Pada penulisan
makalah ini tentu mempunyai pokok bahasan. Pokok bahasan tersebut tertuang
dalam rumusan masalah sebagi berikut:
1. Apa hakikat dari Emosi?
2. Bagaimana macam-macam teori tentang emosi?
3. Bagaimana terjadinya perkembangan emosi?
4. Apa yang disebabkan dari gangguan emosi?
5. Bagaimana bentuk macam-macam emosi?
6. Apa pengertian dari motivasi?
7. Bagaimana dengan pendapat lingkaran motivasi?
8. Bagaimana pendapat teori kebutuhan menurut
Maslow?
9. Bagaimana hubungan antara emosi dan motivasi?
10. Bagaimana cara untuk mengendalikan emosi?
1.3 Tujuan dan Manfaat Pambahasan
Tujuan
Penyusunan
makalah ini bertujuan untuk memberikan pengatahuan tentang emosi dan motivasi.
Manfaat
Bagi praktisi
pendidikan, dapat dijadikan sebagai bahan bacaan untuk menambah
pengetahuan tentang emosi dan motivasi.
Bagi penyusun
makalah selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan referansi dalam pembuatan
makalah-makalah yang berkaitan dengan emosi dan motivasi.
1.4 Metode
Pembahasan
Jenis Tulisan
Tulisan ini menggunakan library search atau
yang juga dikenal dengan istilah metode studi pustaka, yakni menggunakan
sumber-sumber buku dan sumber website yang relevan dengan materi yang dibahas.
Objek Penulisan
Adapun yang menjadi objek dari penulisan dari
makalah ini adalah gejala-gejala yang berkaitan dengan emosi, dan motivasi.
Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dan informasi yang
dibutuhkan dalam penulisan makalah ini, digunakan tehnik pengumpulan
data dengan cara mengambil bahan-bahan informasi yang berkaitan dengan objek
yang dikaji dari berbagai sumber yang terkait misalnya buku dan internet.
Prosedur Penulisan Makalah
Prosedur penelitian makalah ini terdiri
dari: halaman judul, kata pengantar, daftar
isi, pendahuluan, pembahasan, kesimpulan dan saran, serta daftar
pustaka.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakikat
Emosi
Kata "emosi" diturunkan dari
kata bahasa Perancis,émotion, dari émouvoir,
'kegembiraan' dari bahasa Latinemovere, dari e- (varian eks-) 'luar' dan movere 'bergerak'.
Kebanyakan ahli yakin bahwa emosi lebih cepat berlalu daripada suasana hati.
Sebagai contoh, bila seseorang bersikap kasar, manusia akan merasa marah.
Perasaan intens kemarahan tersebut mungkin datang dan pergi dengan cukup cepat
tetapi ketika sedang dalam suasana hati yang buruk, seseorang dapat merasa
tidak enak untuk beberapa jam.
Pada hakikatnya, setiap orang itu mempunyai
emosi. Dari kita bangun tidur sampai kita kembali ketempat tidur lagi untuk
tidur. Saat kita mengalami kejadian-kejadianyang bermacam-macam sehingga menimbulkan
berbagai bentuk emosi pula. Pagi hari, kita berangkat kuliah dengan suka cita,
tetapi diperlajanan macet sehingga kita merasa jengkel, setelah tiba di tempat
tujuan kita mesara malu karena datang terlambat, dan seterusnya. Semua itu
adalah emosi kita.
Lantas, apakah yang dimaksud dengan
emosi? Emosi menurut Wade dan Tavris (2007) adalah situasi stimulus
yang melibatkan perubahan pada tubuh dan wajah, aktivitas pada otak, penilaian
kognitif, perasaan subjektif, dan kecendrungan melakukan suatu tindakan yang
dibentuk seluruhnya oleh peraturan-peraturan yang terdapat di suatu kebudayaan.
Menurut The American College Dictionary, (H.
Djali, 2007) emosi adalah suatu keadaan afektif yag disadari dimana dialami
perasaan seperti kegembiraan (joy), kesedihan, takut, benci, dan cinta
(ibedakan dari keadaan kognitif dan keinginan yang disadari); dan juga perasaan
seperti kegembiraan (joy), kesedihan, taku, benci, dan cinta.
Sarlito W. Sarwono (2009) menjelaskan emosi
sebagai suatu reaksi penilaian (positif atau negatif) yang kompleks dari sistem
saraf seseorang terhadap rangsangan dari luar atau dari dalam dirinya sendiri.
Dari pendapat ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa emosi adalah bentuk keadaan reaksi, positif atau negative, oleh perasaan
seseorang terhadap stimulus yang diperoleh berdasarkan hasil persepsi kognisi
sebelumnya.
2.2 Teori-teori
Emosi
Dalam
upaya menjelaskan bagaimana timbulnya emosi, para ahli mengemukakan beberapa
teori emosi, diantaranya: Teori Emosi Dua-Faktor oleh Shcachter dan Singer,
Teori Emosi James-Lange oleh James dan Lange dan Teori Emergency oleh Cannon.
1. Teori Emosi Dua-Faktor Schachter dan Singer
Reaksi fisiologik dapat saja sama (hati
berdebar, tekanan darah naik, nafas bertambah cepat, adrenalin dialirkan dalam
darah, dan sebagainya), namun jika rangsangannya menyenangkan emosi yang timbul
dinamakan senang. Sebaliknya, jika rangsangannya membahayakan , emosi yang
timbul dinamakan takut.
2. Teori Emosi James-Lange
Menurut teori ini, emosi adalah hasil persepsi
seseorang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagi respons
terhadap berbagai rangsangan yang datang dari luar. Contohnya saat
seseorang melihat harimau, reaksinya peredaran darah semakin cepat
karena denyut jantung semakin cepat, paru-paru lebih cepat memompa
udara. Respons-respons tubuh ini kemudian dipersepsikan dan timbullha rasa
takut.
3. Teori “Emergency” Cannon
Cannon mengatakan, bahwa organ dalam umumya
terlalu insensitive dan terlalu dalam responsnya untuk bisa mejadi dasar
berkembangnya dan berubahnya suasana emosional yang sering kali
berlangsung demikian cepat. Meskipun begitu, ia sebenarnya beranggapan bahwa
organ dalam merupakan satu-satunya factor yang menentukan suasana emosional.
Teori ini menyebutkan emoosi timbul bersama-sama dengan reaksi fisiologik.
2.3
Perkembangan Emosi
Dalam pertumbuhan normal, hubungan-hubungan
saraf itu berkembang didalam otak baru dan diantara otak baru dan otak lama.
Disaat kematangan itu tumbuh , respons-respons emosional berkembang melalui
empat jalan. Hal ini sesuai dengan empat aspek emosi, yaitu: 1. Stimulus, 2.
Perasaan, 3. Respons-respon internal, dan 4. Pola-pola tingkah laku.
Menurut Jersild (1954), perkembangan emosi
selama masa kanak-kanak terjalin sangat eratnya dengan aspek perkembangan yang
lain. Setelah alat-alat indra anak menjadi lebih tajam, kecakapan untuk anak
untuk mengenal perbedaan-perbedaan dan untuk melakukan pengamatan pun menjadi
lebih dewasa, dan setelah ia melangkah kedepan dalam segala aspek perkembangannya,
jumlah peristiwa yang bisa membangkitkan emosinya pun kian bertambah besar.
2.4 Gangguan
Emosional
Cukup
banyak teori-teori yang muncul untuk mencoba menjelaskan bagaimana terjadinya
gangguan emosional. Teori-teori tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga
kategori: lingkungan, afektif dan kognitif (Hauck, 1967).
1. Teori Lingkungan
Teori lingkungan ini menganggap bahwa penyakit
mental diakibatkan oleh barbagai kejadian yang menyebabkan timbulnya stress.
Pandangan tersebut beranggapan bahwa kejadian ini sendiri adalah penyebab
langsung dari ketegangan emosi. Orang awam tidak ragu-ragu untuk menyatakan,
misalnya, bahwa seorang anak menangis karena ia diperolok. Ia percaya secara
harfiyah bahwa olok-olok itu adalah penyebab langsung tangisan tersebut.
Menurut pandangan ini, tekanan emosional baru
bias dihilangkan kalau masalah “penyebab” ketegangan tersebut ditiadakan.
Selama masalah tersebut masih ada, biasanya tidak banyak yang bisa dilakukan
untuk menghilangkan perasaan-perasaan yang menyertainya. Karena yeng disebut
lebih dahulu diduga sebagai penyebab dari yang belakangan, secara logis bisa
dikatakan bahwa penghilangan masalah selalu dapat menghilangkan kesukaran.
Memang, demikianlah yang sering terjadi, tetapi ini belum tentu dapat
menghilangkan reaksi emosional yang kuat sekali jika reaksi itu terjadi (Hauck,
1967).
Menurut Bertand Russell, lingkungan emosional
yang tepat bagi seorang anak merupakan suatu hal yang sulit dan tentu saja
bervariasi menurut usia anak. Sepanjang masa kanak-kanak, ada
kebutuhan untuk merasa aman, meskipun kian berkurang, untuk maksud ini kata
Russell, kebaikan hati dan suatu rutinitas yang menyenagkan merupakan hal
pokok. Hubungan dengan orang dewasa hendaknya merupakan hubungan
bermain dan ketentraman fisik, bukan berupa belaian emosional.
2. Teori Afektif
Pandangan
professional yang paling luas dianut mengenai gangguan mental adalah pandangan
yang berusaha mengemukakan pengalaman emosional bahwa sadar yang dialami
seorang anak bermasalah dan kemudian membawa ingatan yang dilupakan dan
ditakuti ini k ealam sadar, sehingga dapat dilihat dari sudut yang lebih
realistic. Sebelum rasa takut dan rasa salah tersebut disadri, anak-anak itu
dipperkirakan hidup dengan pikiran bawah sadar yang dipenuhi dengan bahan-bahan
yang menghancurkan yang tidak bisa dilihat, tetapi masih sangat aktif dan
hidup. Ia bisa cemburu dan membeci ayahnya yang ditakutkan akan melukainya
karena pikiran-pikiran jahat tersebut. Karena tidak menyadari kebenciannya itu,
si anak tidak menyadari bahwa banyak kejadian tidak masuk akal atas dirinya
sebenarnya adalah alat untuk menghukum dirinya sendiri.
Menurut
pandangan ini, bukan lingkungan, seperti si ayah yang menimbulkan gangguan,
tetapi perasaan bahwa sadar si anak. Kelepasan hanya bisa dicapai bila perasaan
tersebut dimaklumi dan dihidupkan kembali dengan seseorang yang tidak akan
menghukum anak tersebut atas keinginan-keinginannya yang berbaaahaya.
3. Teori Kognitif
Menurut
teori yang diutarakan oleh Albert Ellis 1962 “Psikoterapi Rasional-Emotif”,
yaitu penderitaan mental tidak disebabkan langsung oleh masalah kita atau
perasaan bawah sadar kita akan masalah tersebut, melainkan dari pendapat yang
salah dan irasional, yang disadari maupun tidak disadari akan masalah-masalah
yang kita hadapi.
Menurut
Hauck (1967), perbaikan emosional mencakup tiga langkah. Pertama, kita harus
memperlihatkan kepada si anak anggapan-anggapan yang salah, yaitu merupakan
suatu bencana bila ia tidak mendapatkan apa yang diingininya, dan jika ada
perlakuan tidak adil dari orang tuanya, itu akan benar-benar mengganggunya.
Kedua, kita selanjutnya menunjukkan lewat nalar bahwa bukan perilakunya,
melainkan reaksinya terhadap orang tuanya itulah yang menyebabkan gangguannya,
karena ia sebenarnya tidak disiksa secara fisik. Ketiga, ia akan dinasehati
agar bersikap lebih manis dan dapat bekerja sama.
2.5 Macam-macam
Emosi
Dari
hasil penelitiannya, John B. Watson menemukan bahwa tiga respons emosional
terdapat pada anak-anak adalah: : fear (ketakutan), Rage(kemarahan), Love
(cinta).
Menurut
Descrates, emosi terbagi atas : Desire (hasrat), hate (benci), Sorrow (sedih
duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan).
Daniel
Goleman (2002 : 411) mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh
dengan kedua tokoh di atas, yaitu :
a. Amarah : beringas, mengamuk, benci,
jengkel, kesal hati
b. Kesedihan : pedih, sedih, muram,
suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa
c. Rasa takut : cemas, gugup, khawatir,
was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri
d. Kenikmatan : bahagia, gembira, riang,
puas, riang, senang, terhibur, bangga
e. Cinta : penerimaan, persahabatan,
kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, dan kemesraan
f. Terkejut : terkesiap, terkejut
g. Jengkel : hina, jijik, muak, mual,
tidak suka
h. malu : malu hati, kesal
2.6 Pengertian
Motivasi
Wade dan Tavris (2007) menjelaskan bahwa
motivasi adalah suatu proses dalam diri manusia atau hewan yang menyebabkan
organism tersebut bergerak menuju tujuan yang dimiliki atau bergerak menjauh
dari situasi yang tidak menyenangkan.
Menurut H. Djali (2007) Motivasi adalah kondisi
fisiologis dn psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya
untuk melakukan aktiitas tertentu guna mencapai tujuan (kebutuhan).
Menuru Frederick J. McDonad (Wasty
Soemanto,1983) motivasi adalah perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang
ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi mencapai tujuan. (PT Rineka
Cipta Jakarta,Psikologi Pendidikan)
Menurut Soekmadinata (2007) motivasi adalah
kekuatan yang mendorong kegiatan individu.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
motivasi adalah kondisi dari dalam diri seseorang yang memberikan
dorongan-dorongan kekuatan untuk melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.
2.7 Lingkaran
Motivasi
Rantai pertama dalam lingkaran
motivasi yaitu timbulnya suatu kebutuhan yang dihayati dan dorongan
untuk memenuhi kebutuhan. Dalam kegiatan sehari-hari hal tersebut sering saya
lakukan karena manusia tidak terlepas dari kebutuhan hidup. Salah satunya
kebutuhan yang secara alamiah harus saya lakukan dan saya penuhi adalah kebutuhan
untuk makan. Makan merupakan motive bawaan, dimana motive ini dibawa sejak
lahir tanpa dipelajari. Atas dasar kebutuhan ini maka timbullah dorongan
untuk memenuhi kebutuhan tersebut agar orang yang bersangkutan tidak merasa
kelaparan. Selain kebutuhan untuk makan terdapat kebutuhan untuk meraih
cita-cita. Dimana hal ini menjadi motivasi ekstrinsik bagi saya, karena memang
saya memiliki cita-cita menjadi seorang guru.
Rantai kedua dalam lingkaran motivasi ialah
wujud dorongan atas kebutuhan tersebut yaitu bila kebutuhannya makan maka
dorongannya adalah adanya keinginan untuk mencari makan agar tidak merasa
lapar. Tetapi untuk kebutuhan meraih cita-cita, wujud usaha saya adalah
berusaha untuk belajar dan selalu taat. Usaha-usaha saya untuk belajar ini
selalu dipengaruhi oleh teman-teman dekat saya. Memberi suport misalnya, mereka
selalu memberikan suport-suport yang dapat memnambahkan semangat untuk saya.
Rantai ketiga sekaligus yang terakhir dalam
lingkaran motivasi adalah kepuasan atas usaha yang telah dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan. Kepuasan yang dicapai untuk kebutuhan makan yaitu rasa
kenyang dan lega karena kebutuhan telah terpenuhi. Tetapi untuk kebutuhan
meraih cita-cita puas dan tidaknya akan terlihat kelak dan masih dalam jangka
waktu yang lama tapi dalam jangka waktu dekat hasilnya dapat diketahui melalui
hasil ujian sementara yang telah kita peroleh. Bila hasilnya memuaskankan
berarti hal-hal yang telah kita lakukan yaitu belajar tidak sia-sia.
2.8 Teori Kebutuhan Maslow
Menurut Abraham Maslow, manusia memiliki lima
tingkat kebutuhan hidup yang akan selalu berusaha untuk dipenuhi sepanjang masa
hidupnya. Lima tingkatan yang dapat membedakan setiap manusia dari sisi
kesejahteraan hidupnya, teori yang telah resmi di akui dalam dunia psikologi.
Kebutuhan tersebut berjenjang dari yang paling
mendesak hingga yang akan muncul dengan sendirinya saat kebutuhan sebelumnya
telah dipenuhi. Setiap orang pasti akan melalui tingkatan-tingkatan itu, dan
dengan serius berusaha untuk memenuhinya, namun hanya sedikit yang mampu
mencapai tingkatan tertinggi dari piramida ini.
Lima tingkat kebutuhan dasar menurut teori
Maslow adalah sebagai berikut (disusun dari yang paling rendah) :
1. Kebutuhan Fisiologis
Contohnya adalah : Sandang / pakaian,
pangan / makanan, papan / rumah, dan kebutuhan biologis seperti buang air
besar, buang air kecil, bernafas, dan lain sebagainya.
2. Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan
Contoh seperti : Bebas dari penjajahan,
bebas dari ancaman, bebas dari rasa sakit, bebas dari teror, dan semacamnya.
3. Kebutuhan Sosial
Misalnya adalah : Memiliki teman,
memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis, dan lain-lain.
4. Kebutuhan Penghargaan
Dalam kategori ini dibagi menjadi dua
jenis, Eksternal dan Internal.
- Sub kategori eksternal meliputi :
Pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, dan banyak lagi lainnya.
- Sedangkan sub kategori internal sudah
lebih tinggi dari eskternal, pribadi tingkat ini tidak memerlukan pujian atau
penghargaan dari orang lain untuk merasakan kepuasan dalam hidupnya.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Tingkatan tertinggi ini akan saya bahas
khusus dalam artikel selanjutnya, silahkan klik disini.
2.9 Hubungan
Emosi dan Motivasi
Kemampuan seorang
pemimpin untuk memotivasi anggota timnya sangat dipengaruhi oleh kecerdasan
emosinya (EQ-nya). Paling tidak ada enam keterampilan yang perlu dimiliki oleh
seorang pemimpin, sebelum dia dapat memimpin orang lain, yaitu:
Mengenali emosi diri
Keterampilan ini meliputi kemampuan kita
untuk mengidentifikasi apa yang sesungguhnya kita rasakan. Setiap kali suatu
emosi tertentu muncul dalam pikiran, kita harus dapat menangkap pesan apa yang
ingin disampaikan. Ketidakmampuan untuk mengenali perasaan membuat kita berada
dalam kekuasaan emosi kita, artinya kita kehilangan kendali atas perasaan kita
yang pada gilirannya membuat kita kehilangan kendali atas diri dan hidup kita.
Mengelola emosi diri sendiri
Ada beberapa langkah dalam mengelola
emosi diri sendiri, yaitu: pertama adalah menghargai emosi dan menyadari
dukungannya kepada kita. Kedua berusaha mengetahui pesan yang disampaikan
emosi, dan meyakini bahwa kita pernah berhasil menangani emosi ini sebelumnya.
Ketiga adalah dengan bergembira kita mengambil tindakan untuk menanganinya.
Kemampuan kita mengelola emosi adalah bentuk pengendalian diri (self
controlled) yang paling penting dalam manajemen diri, karena kitalah
sesungguhnya yang mengendalikan emosi atau perasaan kita, bukan sebaliknya.
Memotivasi diri sendiri
Menata emosi sebagai alat untuk mencapai
tujuan merupakan hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian,
untuk memotivasi diri sendiri (achievement motivation). Kendali diri emosional
– menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati – adalah
landasan keberhasilan dalam berbagai bidang. Keterampilan memotivasi diri
memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Orang-orang
yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam
hal apa pun yang mereka kerjakan.
Mengenali emosi orang lain
Mengenali emosi orang lain berarti kita
memiliki empati terhadap apa yang dirasakan orang lain. Penguasaan keterampilan
ini membuat kita lebih efektif dalam berkomunikasi dengan orang lain. Inilah
yang disebut Covey sebagai komunikasi empatik. Berusaha mengerti terlebih
dahulu sebelum dimengerti. Keterampilan ini merupakan dasar dalam berhubungan
dengan manusia secara efektif.
Mengelola emosi orang lain
Jika keterampilan mengenali emosi orang
lain merupakan dasar dalam berhubungan antarpribadi, maka keterampilan
mengelola emosi orang lain merupakan pilar dalam membina hubungan dengan orang
lain. Manusia adalah makhluk emosional. Semua hubungan sebagian besar dibangun
atas dasar emosi yang muncul dari interaksi antarmanusia. Keterampilan
mengelola emosi orang lain merupakan kemampuan yang dahsyat jika kita dapat
mengoptimalkannya. Sehingga kita mampu membangun hubungan antarpribadi yang
kokoh dan berkelanjutan. Dalam dunia industri hubungan antarkorporasi atau
organisasi sebenarnya dibangun atas hubungan antarindividu. Semakin tinggi
kemampuan individu dalam organisasi untuk mengelola emosi orang lain (baca:
membina hubungan yang efektif dengan pihak lain) semakin tinggi kinerja organisasi
itu secara keseluruhan.
Memotivasi orang lain
Keterampilan memotivasi orang lain adalah
kelanjutan dari keterampilan mengenali dan mengelola emosi orang lain.
Keterampilan ini adalah bentuk lain dari kemampuan kepemimpinan, yaitu
kemampuan menginspirasi, mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk mencapai
tujuan bersama. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan membangun kerja sama
tim yang tangguh dan handal.
2. 10
Mengendalikan Emosi
Mengendalikan emosi itu penting. Hal ini
didasarkan atas kenyataan bahwa emosi mempunyai kemampuan untuk
mengkomunikasikan diri kepada orang lain. Orang-orang yang kita jumpai dirumah
atau dikantor akan lebih cepat menanggapi emosi kita dari pada kata-kata kita.
Kalau kita sampai dirumah dengan wajah murung, bahkan terkesan “CEMBERUT” dan
marah-marah, emosi anggota keluarga kita yang lain akan bereaksi terhadap emosi
tersebut, sehingga mereka merasa tidak enak atau merasa bersalah, dan
sebagainya. Sebaliknya, apabila kita tampak riang dan ceria, mereka pun akan
ikut bergembira. Dengan demikian, emosi kita pun mempengaruhi emosi orang-orang
disekitar kita.
Sehubungan dengan hal tersebut, ada
beberapa peraturan untuk MENGENDALIKAN EMOSI (Mahmud, 1990, dalam psikologi
umum Drs. Alex sobur, M.Si).
1. Hadapilah Emosi Tersebut. Orang yang membual
bahwa tidak takut menghadapi bahaya, sebenarnya melipatduakan rasa takutnya
sendiri. Bukan saja takut menghadapi bahaya yang sebenarnya, tetapi juga takut
menemui bahaya. Sumber emosi tambahan ini dapat dihindarkan dengan jalan
menghadapi kenyataan yang ditakutkan atau kenyataan yang menyebabkan timbulnya
perasaan marah.
2. Jika mungkin, tafsirkanlah kembali
situasinya. Emosi adalah bentuk dari suatu intepretasi. Bukan stimulasi sendiri
yang menyebabkan atau mengakibatkan reaksi emosional, tetapi stimulus yang
salah ditafsirkan. Misalnya, anak biasanya menunjukan perasaan takut jika
diayun-ayunkan, tetapi kalau tindakan mengayun-ayunkan itu disertai dengan
senda gurau, anak bahkan menanggapinya dengan perasaan senang. Contoh lain
misalnya, seorang pegawai dicekam perasaan takut karena dipanggil menghadapi
atasnya; perasaan takut ini bias dikurangi kalau pegawai tersebut menafsirkan
panggilan itu bukan didorong oleh ketidaksenangan, tetapi dirorong oleh keinginan
atasanya untuk memperoleh suatu penjelasan. Reinterpretasi itu bukanlah hal
yang mudah, sebab memerlukan orang lain untuk melihat situasi sullit yang
dialaminya dari sudut pandang yang berbeda.
3. Kembangkanlah rasa humor dan sikap
realistis. Terkadang situasi itu begitu mendesaknya sehingga memerlukan
intepretasi yang lama. Dalam hal seperti itu, humor dan sikap realistis dapat
menolong. Tertawa bias meringankan ketegangan emosi. Energy ekstra yang
disediakan oleh perubahan-perubahn internal harus disalurkan. Karena itu, untuk
bias kembali santai, orang perlu melakukan suatu kegiatan.
4. Atasilah problem-problem yang menjadi sumber
emosi. Memecahkan problem, pada dasarnya jauh lebih baik ketimbang
mengendalikan emosi yang terkait dengan problem tersebut. Misalnya, dari pada
berusaha mengendalikan perasaan takut akan kehilangan suatu posisi, lebih baik
berusaha membina diri dan menjadi ahli dalam suatu pekerjaan yang berkaitan
dengan posisi tersebut; dari pada takut menghadapi situasi social, lebih baik
belajar menguasai kecakapan dan keterampilan-keterampilan social agar diperoleh
kemantapan dan kepercayaan pada diri sendiri.
(kita tidak boleh menjadi budak dari
emosi, tetapi harus menjadi tuan dari emosi kita, wedge (1995:17))
BAB III
PENUTUP
1.1 Simpulan
Emosi dan Motivasi sangat berkaitan,
perbedaannya amat tipis. Kedua kata ini berjalan bersama-sama.
Seperti takut, takut merupakan suatu emosi tetapi karena itu ada suatu dorongan
untuk melakukan sesuatu dari bentuk perlawanan dari takut tersebut. Tomkins
(1979) menyatakan, emosi memberikan energy pada motif. Sehingga yang
ditimbulkan adalah emosi merperkuat motif untuk memberikan kekuatan
motivasionalnya.
1.2 Saran
Penyusunan
makalah ini tidak lepas dari kesalahan dan ketidak sempurnaaan. Oleh karena
itu, saran dari para pembaca sangat diharapkan demi membangun kesempurnaan
makalah ini agar kedepannya makalah ini bisa menjadi sumber referensi atau
acuan dalam pembuatan-pembuatan makalah yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Sarwono,
Sarlito W. 2009. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta : Rajawali Pers
Amirullah Daeng
Sibali on June 24, 2012 in Bimbingan Konseling, Mahasiswa, Pendidikan, Suara
Daeng Sibali, Tugas Kuliah, Universitas Negeri Makassar
Ardi
Al-Maqassary. 2011. Hubungan Antara Emosi, Motivasi dan Proses Kognitif.
http://psychologymania.wordpress.com/2011/07/11/hubungan-antara-emosi-motivasi-dan-proses-kognitif/
Sobur, Alex.
2003. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia
http://mariswadika.blogspot.com/2011/11/tiga-rantai-dasar-dalam-lingkaran.html
http://yusack.blogspot.com/2009/12/cara-mengendalikan-emosi-kita.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar